Di hari paling kecut pun aku hanya ingin selalu
dipeluk Tuhan
Hari ini aku baru saja selesai menulis surat untukmu
Tuhan. Tapi aku kebingungan untuk mengirimnya. Tadi pagi ketika aku hendak
menitipkannya pada pak pos, aku malah dikira sinting!. Yang benar saja, aku ini waras, sungguh!. Ya
ceritanya begini Tuhan, hari ini aku bangun lebih awal, dan pergi mandi lebih
cepat. Lalu berpakaian sangat rapi. Aku berdiri di samping kotak suratku. Pagi
tadi kabutnya masih begitu tebal. Aku masih betah menunggunya. Sampai akhirnya
pria berseragam orange itu datang. Aku menyapanya dengan tatapan sumringah.
“
selamat pagi pak pos!!!” begitu sapaku.
Pak pos lalu tersenyum ramah, “ pagi Nona”
“ kau tahu?, aku menunggumu sedari tadi,” begitu ucapku.
“ aku hendak mengirim surat”
Pak pos hanya tersenyum, “ biar saya sampaikan surat
nona pada calon penerimanya”.
Aku lalu
dengan sigap menyerahkan surat yang akan kukirmkan untukmu kepada pak pos.
Setelah ia menerimanya,
Pertama pak pos sedikit mengrenyitkan
dahinya “ nona untuk mengirim surat kau butuh perangko!” begitu katanya.
Ah
Tuhan orang ini lucu sekali bukan. Sejak kapan untuk berbicara padamu harus
dibayar dengan perangko. Yang aku Tahu, aku tidak perlu mengeluarakan apapun
demi menyampaikan isi hatiku padaMu. Berbicara padamu itu tidak berbayar tidak
pula pra bayar ataupun pasca bayar kan?.
Ah manusia ini lucu ya, jangan-jangan suatu hari nanti berbicara padamu
dikenai PPN?.
Aku hanya diam menatapnya dengan senyumku.
Lalu pak Pos juga membalik amplop suratku, lalu
menatapku sekali lagi. Kulihat ada bulir embun di dahinya “ anda perlu menuliskan alamat jika hendak
mengirim surat. Ini dimaksudkan supaya surat itu bisa sampai pada tujuan”
Kali ini aku tak ragu-ragu untuk tertawa. “ pak pos
ini lucu sekali” ucapku sambil terkekeh memegangi perutku. Tuhan, Tuhan lihat
dan dengar, ini lucu kan?. Sejak kapan untuk menyampaikan pesan padamu aku
harus menuliskan alamat. Yang aku tahu setiap aku berbicara padamu tanpa aku
harus berteriak-teriak pun kau akan mendengar aku kan. Alamat? Ahh manusia
jaman sekarang begitu lucu bukan?, untuk berkomunikasi denganmu aku tak harus
pergi ke alamatmu kan Tuhan. Dimanapun. Kapanpun aku yakin kau pasti akan
mendengar semua pesanku. Tapi manusia sekarang aneh-aneh, kenapa harus pergi ke
suatu tempat yang jauh hanya untuk berbicara padamu. Kan Engkau selalu melihat
dan mendengarkan apa yang umatmu kerjakan dan ucapkan kan Tuhan?. Karena aku
tahu kau maha Melihat lagi maha pendengar. Ahh ada-ada saja.
Aku masih tetap tertawa sambil memegangi perutku.
Setelah tawaku sedikit reda Pak pos hanya menatapku tak berkedip. Sorot matanya
menunjukan sesuatu. Kewaspadaan. Ahh dia pikir aku sudah gila mungkin. Ia
sekali lagi membalik amplop suratku.
Ku dengar ada helaan napas putus asa dan
keprihatinan dari sosok dengan seragam orange yang berdiri dihadapanku.
“ jika nona hendak mengirim surat nona juga harus
menyertakan siapa identitas pengirimnya.”
Yang kali ini
aku tidak habis pikir Tuhan. Ini Konyol sekali bukan?. Ini,,, ini,,,, yaampun!.
Manusia memang aneh ya. Ada-ada saja. Masa Untuk berbicara denganmu aku harus
menyertakan identitasku Tuhan?. Sejak kapan berbicara denganmu harus
menyertakan asal-usulku. Yang ku tahu untuk bicara denganmu aku tak perlu
menyebutan nama lengkapku, tanggal lahirku, alamat rumahku, siapa aku. Aku
yakin kau pasti kenal dengan semua umatmu. Baik itu yang sering
berbincang-bincang denganmu, yang berbincang denganmu hanya dalam keadaan
susah, atau bahkan dengan mereka yang bahkan tak pernah berbicara padamu
sekalipun. Aku bahkan tidak perlu
menyebutkan “ Tuhan aku ini hambamu yang menjabat sebagai wakil rakyat, aku
ingin bla, bla, bla, blaaa,”. Yang aku Tahu semua orang siapapun boleh
berbicara denganmu meskipun dia adalah seorang pemulung sekalipun. Ahh iya
bukankah ini lucu aku, kami, mereka, umatmu begitu bebas berbicara padamu,
kenapa terkadangan berbicara dengan orang-orang seperti mereka yang duduk
dibangku pemerintahan, atau contohnya pada pak Presiden, berbicara dengannya saja begitu sulit. Padahal kan pak Presiden
dengan engkau jauh lebih berkuasa engkau ya Tuhan. Bukankah ini konyol?.
Terkadang aku tak habis pikir dengan cara manusia-manusia itu berfikir tuhan.
Apalagi dengan manusia-manusia dibalik kaca televisi itu. Banyak sekali orang
berlomba-lomba untuk bicara dengan Idolanya, mengirim bingkisan, tapi mereka
sering menyianyiakan berbicara denganmu. Mereka bahkan rela kepanasan,
terinjak-injak hanya untuk bertemu dengan manusia-manusia penunggu kotak ajaib
itu Tuhan. Padahal kan berbicara denganmu jauh lebih mudah, leluasa, tanpa
keringat. Tanpa harus memberi bingkisian. Iya kan?. Manusia memang lucu Tuhan.
Mereka menggelikan sekali.
Ahhh, aku lalu merapikan diri dari kegelianku
terhadap pak pos ini. aku menatapnya sambil menahan tawa. Lalu pak pos malah
menatapku sinis.
“ ini saya kembalikan suratnya jangan bermain-main seperti
itu!.”
Sebelum pak pos menyerahkannya padaku aku sudah
mencomot surat itu terlebih dahulu. Kudekap surat berharga itu. lalu menarik
nafas dalam.
“ yasudah kemarikan saja suratku.” Kataku tak kalah
ketus. “ aku hanya ingin mengirim Surat padanya, dan yang aku tahu rumahNya ada
dimana-mana. Bahkan seluruh jagad raya ini milikNya. Tapi yang jelas aku Tahu,
Ia tinggal di hati siapapun yang meyakininya. Ia Hidup bernafas, dan mengalir
di hati siapa saja yang mengamini keberadaanNya. Masa iya aku harus menulis
Ter-Untuk-Nya yang tinggal di Hatiku seperti itu?. lalu setauku berbicara
dengannya tidak perlu pakai perangko. Ia akan selalu mendengar apa yang kau
ucapkan kok pak Pos. jadi aku tidak perlu membayar seribu limaratus kan untuk
mengirim surat padaNya?.”
Kuhentikan ucapanku. Kulihat mulut pak pos menganga
lebar. Kali ini dia pasti yakin bahwa aku memang tidak waras.
“memang nona ini mau mengirim surat untuk siapa?.”
Tanyanya, lalu menyapu keringat di dahinya.
Aku hanya terdiam tersipu. “ untuk Tuhan” begitu
jawabku.
Pak pos memincingkan matanya. Ia buru-buru bersiap
menaiki sepedanya, “ orang sinting” begitu gumamnya.
“ pak pos mau kemana?, ah ya satu lagi pak Pos.
TANPA AKU MENULIS SIAPA NAMAKU PUN AKU YAKIN TUHAN TAHU SIAPA AKU. JADI AKU TAK
PERLU MENULIS IDENTITASKU KAAANN!!!!” aku berbicara sambil berteriak, Pria
pengantar surat itu cepat sekali mengayuh pedal sepedanya. Ia bahkan tak
menengok ke arahku sekalipun.
Tuhan dimanapun kau berada saat ini tolong dengar
aku.
“ sayangi mereka yang ku sayangi, jaga mereka, dan
peluk mereka dengan nikmat serta bahagiamu ya Tuhan. Tuhan jangan lupa untuk
tetap memelukku ya, jangan pernah lepaskan pelukannya. Peluk aku lebih erat
lagi di hari yang membosankan sekalipun. Peluk aku eraterat.”