Pages

0

Tali Sepatu


Ketika saya berumur lima tahun, ibu sudah mengajarkan saya bagaimana caranya mengikat sepatu.
Bagaimana caranya membuat simpul berbentuk pita yang bisa lepas bila salah satu ujung talinya ditarik.
Dan aku begitu tertarik mempelajarinya. Ibu memberi tahu aku apa pentingnya mengikat tali sepatu.
Ibu bilang “supaya tali-tali sepatu itu tidak mencelakai aku”.
Entahlah, tapi yang ada difikiranku saat itu adalah bagaimana bisa tali-tali sepatu itu mencelakaiku.
Bahkan mereka begitu jauh dari kepalaku. Apa mungkin tali sepatu itu akan mencubitku?.
Ibu ini memang terkadang lucu, menasihatiku tanpa memberikan arti yang sesungguhnya.
Suatu saat aku tengah berlari mengenakan sepatu bertaliku, dan aku lupa tidak mengikat tali sepatuku, sebenarnya aku lupa bagaimana cara mengikatnya. Aku belum terampil.
Terakhir kali aku mengikat tali sepatu sendiri, akhirnya ibu menggunting tali sepatuku karena terikat mati kata ibu. Waktu itu aku belum mengerti bagaimana tali bisa terikat mati?.
Ahhh, ibu gemar sekali menggunakan kata-kata asing ditelingaku.
Ya, waktu itu aku tengah berlari dengan sepatu bertaliku dan tidak mengikat talinya, hingga akhirnya lari-lariku berujung pada tangis pecahku.
Aku terjatuh, lututku sobek karena terkena batu dipinggir jalan.
Aku menangis, berteriak, merancau, merajuk pada ibu.
Tapi ibu tidak pernah panik. Ibu hanya menggendongku lalu mengobati lukaku dengan obat merah.
Ibu tidak memarahiku karena menangis ketika terjatuh, ibu hanya bilang,
“ yayang, pasti lupa ya ngga ngiket tali sepatunya, kan ibu sudah bilang, kalo lupa mengikat tali sepatu nanti bisa celaka, jadinya lututnya lecet. Sudah jangan menangis, lain kali jangan lupa mengikat sepatu. Nanti ibu ajari lagi bagaimana cara mengikatnya.”
Saat it aku baru mengerti apa yang dimaksud ibu dengan “ celaka”
Ya, tali sepatu itu memang membantuku untuk mengencangkan sepatu yang kebesaran, tetapi jika aku lupa mengikatnya ia akan mencelakaiku.
Mengikat tali sepatu sama seperti jatuh cinta,
Jatuh cinta akan membuatmu menjadi dapat saling berbagi dan mengasihi orang lain. Jatuh cinta bisa membuatmu bahagia.
Jatuh cinta mungkin bisa membuat beberapa orang saling melengkapi kekurangan satu sama lain.
Tetpi jika kita tidak mengikat rasa cinta itu,
Cintapun akan membuat kita celaka.
Untuk itu,
Jatuh cinta lah dengan bijaksana.
Memang kita tidak bisa menentukan untuk tidak jatuh cinta pada seseorang.
Siapa yang tahu kapan cinta datang, kapan cinta pergi, cinta itu adalah rahmat dan nikmat Tuhan.
Kita tidak bisa menentukannya,
Tapi kita bisa saja mengatur kadarnya. Tidak memberhentikan rasa sayang itu,
Hanya saja mengurangi kadarnya.
Berbijaksanalah untuk menjatuhkan hati.
Berbijaksalah untuk menjatuhkan cinta.




“ aku berikan cinta ini untukmu, ya seperti yang kau ketahui aku hanya punya satu, untuk itu jangan patahkan cintanya.”

Surat untuk Tuhan


Di hari paling kecut pun aku hanya ingin selalu dipeluk Tuhan



Hari ini aku baru saja selesai menulis surat untukmu Tuhan. Tapi aku kebingungan untuk mengirimnya. Tadi pagi ketika aku hendak menitipkannya pada pak pos, aku malah dikira sinting!.  Yang benar saja, aku ini waras, sungguh!. Ya ceritanya begini Tuhan, hari ini aku bangun lebih awal, dan pergi mandi lebih cepat. Lalu berpakaian sangat rapi. Aku berdiri di samping kotak suratku. Pagi tadi kabutnya masih begitu tebal. Aku masih betah menunggunya. Sampai akhirnya pria berseragam orange itu datang. Aku menyapanya dengan tatapan sumringah.
“ selamat pagi pak pos!!!” begitu sapaku.
Pak pos lalu tersenyum ramah, “  pagi Nona”
“ kau tahu?, aku menunggumu sedari tadi,” begitu ucapku. “ aku hendak mengirim surat”
Pak pos hanya tersenyum, “ biar saya sampaikan surat nona pada calon penerimanya”.  
Aku lalu dengan sigap menyerahkan surat yang akan kukirmkan untukmu kepada pak pos.
Setelah ia menerimanya, 
Pertama pak pos sedikit mengrenyitkan dahinya “ nona untuk mengirim surat kau butuh perangko!” begitu katanya. 
Ah Tuhan orang ini lucu sekali bukan. Sejak kapan untuk berbicara padamu harus dibayar dengan perangko. Yang aku Tahu, aku tidak perlu mengeluarakan apapun demi menyampaikan isi hatiku padaMu. Berbicara padamu itu tidak berbayar tidak pula pra bayar ataupun pasca bayar kan?.  Ah manusia ini lucu ya, jangan-jangan suatu hari nanti berbicara padamu dikenai PPN?.
Aku hanya diam menatapnya dengan senyumku.
Lalu pak Pos juga membalik amplop suratku, lalu menatapku sekali lagi. Kulihat ada bulir embun di dahinya “  anda perlu menuliskan alamat jika hendak mengirim surat. Ini dimaksudkan supaya surat itu bisa sampai pada tujuan”
Kali ini aku tak ragu-ragu untuk tertawa. “ pak pos ini lucu sekali” ucapku sambil terkekeh memegangi perutku. Tuhan, Tuhan lihat dan dengar, ini lucu kan?. Sejak kapan untuk menyampaikan pesan padamu aku harus menuliskan alamat. Yang aku tahu setiap aku berbicara padamu tanpa aku harus berteriak-teriak pun kau akan mendengar aku kan. Alamat? Ahh manusia jaman sekarang begitu lucu bukan?, untuk berkomunikasi denganmu aku tak harus pergi ke alamatmu kan Tuhan. Dimanapun. Kapanpun aku yakin kau pasti akan mendengar semua pesanku. Tapi manusia sekarang aneh-aneh, kenapa harus pergi ke suatu tempat yang jauh hanya untuk berbicara padamu. Kan Engkau selalu melihat dan mendengarkan apa yang umatmu kerjakan dan ucapkan kan Tuhan?. Karena aku tahu kau maha Melihat lagi maha pendengar. Ahh ada-ada saja.
Aku masih tetap tertawa sambil memegangi perutku. Setelah tawaku sedikit reda Pak pos hanya menatapku tak berkedip. Sorot matanya menunjukan sesuatu. Kewaspadaan. Ahh dia pikir aku sudah gila mungkin. Ia sekali lagi membalik amplop suratku.
Ku dengar ada helaan napas putus asa dan keprihatinan dari sosok dengan seragam orange yang berdiri dihadapanku.
“ jika nona hendak mengirim surat nona juga harus menyertakan siapa identitas pengirimnya.”
 Yang kali ini aku tidak habis pikir Tuhan. Ini Konyol sekali bukan?. Ini,,, ini,,,, yaampun!. Manusia memang aneh ya. Ada-ada saja. Masa Untuk berbicara denganmu aku harus menyertakan identitasku Tuhan?. Sejak kapan berbicara denganmu harus menyertakan asal-usulku. Yang ku tahu untuk bicara denganmu aku tak perlu menyebutan nama lengkapku, tanggal lahirku, alamat rumahku, siapa aku. Aku yakin kau pasti kenal dengan semua umatmu. Baik itu yang sering berbincang-bincang denganmu, yang berbincang denganmu hanya dalam keadaan susah, atau bahkan dengan mereka yang bahkan tak pernah berbicara padamu sekalipun. Aku  bahkan tidak perlu menyebutkan “ Tuhan aku ini hambamu yang menjabat sebagai wakil rakyat, aku ingin bla, bla, bla, blaaa,”. Yang aku Tahu semua orang siapapun boleh berbicara denganmu meskipun dia adalah seorang pemulung sekalipun. Ahh iya bukankah ini lucu aku, kami, mereka, umatmu begitu bebas berbicara padamu, kenapa terkadangan berbicara dengan orang-orang seperti mereka yang duduk dibangku pemerintahan, atau contohnya pada pak Presiden, berbicara dengannya  saja begitu sulit. Padahal kan pak Presiden dengan engkau jauh lebih berkuasa engkau ya Tuhan. Bukankah ini konyol?. Terkadang aku tak habis pikir dengan cara manusia-manusia itu berfikir tuhan. Apalagi dengan manusia-manusia dibalik kaca televisi itu. Banyak sekali orang berlomba-lomba untuk bicara dengan Idolanya, mengirim bingkisan, tapi mereka sering menyianyiakan berbicara denganmu. Mereka bahkan rela kepanasan, terinjak-injak hanya untuk bertemu dengan manusia-manusia penunggu kotak ajaib itu Tuhan. Padahal kan berbicara denganmu jauh lebih mudah, leluasa, tanpa keringat. Tanpa harus memberi bingkisian. Iya kan?. Manusia memang lucu Tuhan. Mereka menggelikan sekali.
Ahhh, aku lalu merapikan diri dari kegelianku terhadap pak pos ini. aku menatapnya sambil menahan tawa. Lalu pak pos malah menatapku sinis. 
“ ini saya kembalikan suratnya jangan bermain-main seperti itu!.”
Sebelum pak pos menyerahkannya padaku aku sudah mencomot surat itu terlebih dahulu. Kudekap surat berharga itu. lalu menarik nafas dalam.
“ yasudah kemarikan saja suratku.” Kataku tak kalah ketus. “ aku hanya ingin mengirim Surat padanya, dan yang aku tahu rumahNya ada dimana-mana. Bahkan seluruh jagad raya ini milikNya. Tapi yang jelas aku Tahu, Ia tinggal di hati siapapun yang meyakininya. Ia Hidup bernafas, dan mengalir di hati siapa saja yang mengamini keberadaanNya. Masa iya aku harus menulis Ter-Untuk-Nya yang tinggal di Hatiku seperti itu?. lalu setauku berbicara dengannya tidak perlu pakai perangko. Ia akan selalu mendengar apa yang kau ucapkan kok pak Pos. jadi aku tidak perlu membayar seribu limaratus kan untuk mengirim surat padaNya?.”
Kuhentikan ucapanku. Kulihat mulut pak pos menganga lebar. Kali ini dia pasti yakin bahwa aku memang tidak waras.

“memang nona ini mau mengirim surat untuk siapa?.” Tanyanya, lalu menyapu keringat di dahinya.

Aku hanya terdiam tersipu. “ untuk Tuhan” begitu jawabku.

Pak pos memincingkan matanya. Ia buru-buru bersiap menaiki sepedanya, “ orang sinting” begitu gumamnya.

“ pak pos mau kemana?, ah ya satu lagi pak Pos. TANPA AKU MENULIS SIAPA NAMAKU PUN AKU YAKIN TUHAN TAHU SIAPA AKU. JADI AKU TAK PERLU MENULIS IDENTITASKU KAAANN!!!!” aku berbicara sambil berteriak, Pria pengantar surat itu cepat sekali mengayuh pedal sepedanya. Ia bahkan tak menengok ke arahku sekalipun.

Tuhan dimanapun kau berada saat ini tolong dengar aku.
“ sayangi mereka yang ku sayangi, jaga mereka, dan peluk mereka dengan nikmat serta bahagiamu ya Tuhan. Tuhan jangan lupa untuk tetap memelukku ya, jangan pernah lepaskan pelukannya. Peluk aku lebih erat lagi di hari yang membosankan sekalipun. Peluk aku eraterat.” 
Back to Top